Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 15 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin 23 September 2024.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Herman bin Ladama dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Kepala Kejaksaan Negeri Donggala Fahri, S.H., M,H. bersama Kasi Pidum A. Fadhilah, S.H. serta Jaksa Fasilitator Rilla Utri Feftini, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Donggala mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto, S.H., M.Hum., sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 23 September 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 14 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
1. Tersangka Didit alias Didi dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tenang Pencurian.
2. Tersangka Syaiful Rizal alias Ipul dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Julaiha binti Muhammad Noor (Alm) dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
4. Tersangka Jumiati binti Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian..
5. Tersangka Zebaoth Henrata Lumban Batu anak dari Daniel Lumban Batu dari Kejaksaan Negeri Sintang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Suandi bin (Alm) Umar dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
8. Tersangka Andar Elyas Panggabean dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Jhonson Andrianus Simbolon alias Pak Jendri dari Kejaksaan Negeri Deli Serdang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Aldi Saputra alias Aldi bin Awaluddin Rangkuti dari Cabang Kejaksaan Negeri Mandailing Natal di Natal, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
11. Tersangka Dina Sialana alias Dina dari Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12.Tersangka M. Rubi bin M. Yunan dari Kejaksaan Negeri Paser, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
13. Tersangka Supriyanto bin Alm Soekat dari Kejaksaan Negeri Karimun, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
14.Tersangka I Reno Randial Fikri bin M. Hamdi dan Tersangka II Hamdi bin M. Nur (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sarolangun, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," ujar JAM-Pidum.
- Sandy Adam Mahaputra
JAM-Pidum juga menyetujui 16 perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Ini daftarnya kasusnya.
Baca SelengkapnyaPerkara lainya yakni penganiayaan, pencurian, penggelapan dan KDRT.
Baca SelengkapnyaSelain itu, perkara yang distop penuntutannya oleh jaksa, yakni penadahan dan penggelapan
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga meneyetujui 11 perkara lainnya melalui restorative justice.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka.
Baca SelengkapnyaAlasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain
Baca Selengkapnya11 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 15 pengajuan penghentian penuntutan perkara berdasar keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung RI menyetujui sembilan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaBerikut 24 permohonan penghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif yang disetujui
Baca SelengkapnyaPenuntutan perkara para tersangka ini dihentikan dengan berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan perkara-perkara ini diberikan dengan berbagai pertimbangan.
Baca SelengkapnyaAdapun 21 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaSalah satu tersangka adalah pencuri ponsel di poll bis.
Baca SelengkapnyaPlt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum), memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung RI memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaBerikut daftar 34 perkara yang dihentikan berdasar keadilan restoratif:
Baca SelengkapnyaProf. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 29 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui 20 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaDari enam perkara yang diajukan sebanyak lima perkara terkait kasus penganiayaan dan satu perkara penadahan
Baca SelengkapnyaBerikut 24 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui:
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga memberlakukan keadilan restoratif pada sembilan perkara lainnya.
Baca SelengkapnyaJam-Pidum selesaikan 16 perkara melalui mekanisme Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum Fadil Zumhana, menyetujui 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca Selengkapnya