Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 10 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif, Rabu 24 Juli 2024.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, mengatakan salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu Tersangka Ofel Febrianto Taduga alias Ofel dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian.
Duduk Perkara
Kasus pencurian tersebut bermula ketika tersangka Ofel Febrianto taduga alias Ofel masuk ke kamar tidur korban Alwin Yanti Sambue. Tersangka melihat Korban sedang tertidur pulas. Tanpa pikir panjang, ia mencuri satu unit handphone milik korban merek OPPO A77S warna orange yang ada di atas kasur.
Kemudian tersangka menjual ponsel tersebut melalui akun Facebook. Tak lama kemudian, ponsel hasil curiannya laku dengan harga Rp700 ribu. Tersangka mengaku mencuri ponsel milik korban itu dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
"Bahwa akibat dari perbuatan tersangka Ofel Febrianto Taduga alias Ofel, korban Alwin Yati Sambue mengalami kerugian sebesar Rp1.100.000 atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut,"
ujar Kapuspenkum dalam rilisnya.
story.kejaksaan.go.id
Kepala Kejaksaan Negeri Palu, Muhammad Irwan Datuiding, bersama Kasi Pidum Inti Astutik, serta Jaksa Fasilitator Desianty, dan Rhenita Tuna, menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban yang masih dalam ikatan keluarga tersangka.
Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Palu mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kajati Sulteng Bambang Hariyanto, sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Pihaknya kemudian mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) untuk disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu 24 Juli 2024.
Selain perkara pencurian tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui 9 kasus lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
1. Tersangka Kaharuddin Hi. Abd. Halim alias Gola dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan pemberatan.
2. Tersangka Yusran Lamoto alias Yusran dari Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Lukman Nulhakim B. Paneo alias Lukman dari Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Alfiat Labaua dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka Muh. Ilham dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Ahmad Yasir dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka La Sunti bin La Meni dari Kejaksaan Negeri Buton, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Anshor Mustafa alias La Kumis bin Mustafa dari Kejaksaan Negeri Buton, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
9. Tersangka I Suhuf alias Sul bin Suddin (Alm), Tersangka II Yahya alias Fuad Mandar bin Rasada, Tersangka III Hamsa R alias Assa bin Muhammad Ali, Tersangka IV Riska alias Isal bin Suddin (Alm), dan Tersangka V Munawir,S.IP bin ABD. Waris dari Kejaksaan Negeri Kolaka Utara, yang disangka Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Alasan Penghentian Penuntutan Berdasar RJ
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
- Arini Saadah
Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu Tersangka Ferdinan Leonardo Purba dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Abdillah Nasir Al Amri dari Kejaksaan Negeri Palu.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Dani Angga Bayu Sapseta
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Rudi Himawan bin Amaq Rus dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur
Baca SelengkapnyaAlasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Baca SelengkapnyaBerikut 24 permohonan penghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif yang disetujui
Baca SelengkapnyaBerikut 8 permohonan penghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif yang disetujui
Baca SelengkapnyaBerikut 5 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui:
Baca SelengkapnyaTersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Baca SelengkapnyaTersangka yang dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut adalah Andri Susanto bin Abdullah dari Kejaksaan Negeri Tebo.
Baca SelengkapnyaPlt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum), memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ.
Baca SelengkapnyaBerikut alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para tersangka.
Baca SelengkapnyaKeadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung mengabulkan 15 dari 16 permohonan penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaKarso kini bisa bebas setelah sempat mendekam selama 80 hari di ruang tahanan
Baca SelengkapnyaAlasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 15 pengajuan penghentian penuntutan perkara berdasar keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaBerikut 15 berkas perkara lain yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif
Baca Selengkapnya