Better experience in portrait mode.
JAM-Pidum Setujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAM-Pidum Setujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAM-Pidum Setujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Fadil Zumhana, menyetujui tujuh permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif pada Senin, 04 Maret 2024. JAM-Pidum Fadil Zumhana, merinci ketujuh tersangka yang disetujui pengajuan penghentian penuntutannya.

7 Tersangka

Berdasarkan Siaran Pers Nomor: PR – 184/005/K.3/Kph.3/03/2024, ketujuh tersangka tersebut adalah:

1. Tersangka Yanpit Inyomusi dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan

2. Tersangka Alex Purimahua alias Aleka dari Kejaksaan Negeri Maluku Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka I Genta Balamba dan Tersangka II Rifaldi Himba dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

4. Tersangka Yoel Mailakai alias Yeyen dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka Aldjid Miolo dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

6. Tersangka Muhibullah bin Ilyas dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

7. Tersangka Razali bin Alm. Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

JAM-Pidum Setujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Alasan Setujui Pengajuan Penghentian Penuntutan

Selanjutnya, JAM-Pidum Fadil Zumhana, menerangkan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut. Terdapat sembilan alasan yang menjadi dasar penghentian penuntutan. Pertama, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Kemudian yang kedua karena tersangka belum pernah dihukum. Alasan ketiga ialah karena tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Selanjutnya, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Alasan berikutnya ialah karena tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Pengajuan penghentian penuntutan tersebut juga disetujui karena proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

"Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, alasan pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif,"

tulis Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam Siaran Pers pada Senin, 4 Maret 2024.

Atas keluarnya persetujuan pengajuan penghentian penuntutan tersebut, JAM-Pidum Fadil Zumhana, memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.